PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NO. POL. : 07 TAHUN 2006
TENTANG
KODE ETIK PROFESI
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu ditetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Mengingat : Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4168);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut anggota Polri adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2. Kode Etik Profesi Polri adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri.
3. Etika Profesi Polri adalah kristalisasi nilai-nilai Tri Brata yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika kepribadian, kenegaraan, kelembagaan, dan hubungan dengan masyarakat.
4. Profesi Kepolisian adalah profesi yang berkaitan dengan tugas Kepolisian baik dibidang operasional maupun dibidang pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
5. Pembinaan Profesi adalah pembinaan anggota Polri yang diselenggarakan melalui pendidikan dan pelatihan serta penugasan secara berjenjang dibidang teknis Kepolisian.
6. Etika Kepribadian adalah sikap moral anggota Polri terhadap profesinya didasarkan pada panggilan ibadah sebagai umat beragama.
7. Etika Kenegaraan adalah sikap moral anggota Polri yang menjunjung tinggi landasan ideologis dan konstitusional Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8. Etika Kelembagaan adalah sikap moral anggota Polri terhadap institusi yang menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insane Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya.
9. Etika dalam hubungan dengan masyarakat adalah sikap moral anggota Polri yang senantiasa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
10. Komisi Kode Etik Polri adalah suatu wadah yang dibentuk di lingkungan Polri bertugas melaksanakan pemeriksaan dalam persidangan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri serta pelanggaran lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
BAB II
ETIKA PROFESI POLRI
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan Kode Etik Profesi Polri mencakup :
a. Etika Kepribadian;
b. Etika Kenegaraan;
c. Etika Kelembagaan;
d. Etika dalam hubungan dengan masyarakat;
Bagian Kedua
Etika Kepribadian
Pasal 3
Dalam Etika Kepribadian setiap anggota Polri wajib :
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. menjunjung tinggi sumpah sebagai anggota Polri dari dalam hati nuraninya kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. melaksanakan tugas kenegaraan dan kemasyarakatan dengan niat murni, karena kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai wujud nyata amal ibadahnya.
Bagian Ketiga
Etika Kenegaraan
Pasal 4
Dalam Etika Kenegaraan setiap anggota Polri wajib :
a. menjunjung tinggi Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan ideology dan konstitusi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. menjunjung tinggi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. menjaga, memelihara dan meningkatkan rasa aman dan tenteram bagi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. menjaga keselamatan fasilitas umum dan hak milik perorangan serta menjauhkan sekuat tenaga dari kerusakan dan penurunan nilai guna atas tindakan yang diambil dalam pelaksanaan tugas;
e. menunjukan penghargaan dan kerja sama dengan sesama pejabat Negara dalam pelaksanaan tugas;
f. menjaga keutuhan wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memelihara persatuan dalam kbhinnekaan bangsa dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
Bagian Keempat
Etika Kelembagaan
Pasal 5
Dalam Etika Kelembagaan setiap anggota Polri wajib :
a. menjaga citra dan kehormatan lembaga Polri;
b. menjalankan tugasnya sesuai dengan visi dan misi lembaga Polri yang dituntun oleh asas pelayanan serta didukung oleh pengetahuan dan keahlian;
c. memperlakukan sesama anggota sebagai subyek yang bermartabat yang ditandai oleh pengakuan akan hak dan kewajiban yang sama;
d. mengembangkan semangat kebersamaan serta saling mendorong untuk meningkatkan kinerja pelayanan pada kepentingan umum;
e. meningkatkan kemampuan demi profesionalisme Kepolisian.
Pasal 6
Anggota Polri dalam menggunakan kewenangannya wajib berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta nilai-nilai kemanusiaan.
Pasal 7
(1) Setiap anggota Polri wajib memegang teguh garis komando dan mematuhi jenjang kewenangan, dan bertindak berdasarkan aturan dan tata cara yang berlaku.
(2) Setiap atasan tidak dibenarkan memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku dan wajib bertanggung jawab atas pelaksanaan perintah yang diberikan kepada anggota bawahannya.
(3) Setiap anggota Polri wajib menolak perintah atasan yang melanggar norma hukum dan untuk itu anggota tersebut wajib mendapat perlindungan hukum.
(4) Setiap anggota Polri dalam melaksanakan perintah kedinasan tidak dibenarkan melampaui batas kewenangannya dan wajib menyampaikan pertanggungjawaban tugasnya kepada atasan langsung.
(5) Setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tidak boleh terpengaruh oleh istri/suami, anak, dan orang-orang lain yang masih terikat hubungan keluarga atau pihak lain yang tidak ada hubungannya dengan kedinasan.
Pasal 8
(1) Setiap anggota Polri wajib menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan, kejujuran, ketulusan dan kewibawaan untuk melaksanakan keputusan pimpinan yang dibangun melalui tata cara yang berlaku guna tercapainya tujuan organisasi.
(2) Dalam rapat/pertemuan, untuk mengambil keputusan boleh berbeda pendapat sebelum diputuskan pimpinan dan setelah diputuskan setiap anggota wajib tunduk dan mengamankan keputusan tersebut.
Pasal 9
Setiap anggota Polri wajib menampilkan rasa setia kawan dengan sesama anggota sebagai ikatan batin yang tulus atas dasar kesadaran bersama akan tanggung jawabnya sebagai salah satu pilar keutuhan bangsa Indonesia, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip kehormatan sebagai berikut :
a. menyadari sepenuhnya sebagai perbuatan tercela apabila meninggalkan kawan yang terluka, meninggal dunia, atau memerlukan pertolongan dalam pelaksanaan tugas, sedangkan keadaan memungkinkan untuk member pertolongan;
b. merupakan keteladanan bagi seorang atasan untuk membantu kesulitan bawahannya;
c. merupakan kewajiban moral seorang atasan atau bawahan untuk saling menunjukkan rasa hormat yang tulus;
d. merupakan sikap terhormat/terpuji bagi anggota Polri apabila menghadiri pemakaman anggota Polri dan purnawirawan Polri yang meninggal dunia;
e. selalu terpanggil untuk memberikan bantuan kepada sesama anggota Polri dan purnawirawan Polri beserta keluarganya yang menghadapi kesulitan;
f. merupakan sikap terhormat apabila tidak menyampaikan dan menyebarkan rahasia pribadi, kejelekan teman, atau keadaan di dalam lingkungan Polri kepada orang lain.
Bagian Kelima
Etika Dalam Hubungan Dengan Masyarakat
Pasal 10
(1) Dalam Etika hubungan dengan masyarakat anggota Polri wajib :
a. menghormati harkat dan martabat manusia melalui penghargaan serta perlindungan terhadap hak asasi manusia;
b. menjunjung tinggi prinsip kebebasan dan kesamaan bagi semua warga Negara;
c. menghindarkan diri dari perbuatan tercela dan menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadilan, dan kebenaran demi pelayanan kepada masyarakat;
d. menegakkan hukum demi menciptakan tertib sosial serta rasa aman public;
e. meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat;
f. melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana yang diwajibkan dalam tugas kepolisian, baik sedang bertugas maupun di luar dinas.
(2) Anggota Polri wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasinya serta menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadilan, dan kebenaran demi pelayanan pada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dengan senantiasa :
a. memberikan keterangan yang benar dan tidak menyesatkan;
b. tidak melakukan pertemuan di luar pemeriksaan dengan pihak-pihak yang terkait perkara;
c. bersikap ikhlas dan ramah menjawab pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya kepada semua pihak yang terkait dengan perkara pidana yang dimaksud, sehingga diperoleh kejelasan tentang penyelesaiannya;
d. tidak boleh menolak permintaan pertolongan/bantuan dari masyarakat dengan alasan bukan wilayah hukumnya;
e. tidak mencari-cari kesalahan masyarakat;
f. tidak menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat;
g. tidak mengeluarkan ucapan atau isyarat yang bertujuan untuk mendapatkan imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
BAB III
PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI
Pasal 11
(1) Sidang Komisi Kode Etik Polri dilakukan terhadap pelanggaran :
a. Kode Etik Profesi Polri sebagaimana dimaksud dalam Peraturan ini;
b. Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri serta Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.
(2) Anggota Polri yang melakukan pelanggaran Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikenakan sanksi berupa :
a. Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela;
b. Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara terbatas ataupun secara langsung;
c. kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi;
d. pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalani profesi/fungsi kepolisian.
(3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tertulis dengan Keputusan Sidang Komisi Kode Etik Polri.
(4) Pelanggaran terhadap Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri serta Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi sesuai yang berlaku pada Peraturan Pemerintah dimaksud.
Pasal 12
(1) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diputuskan dalam Sidang Komisi Kode Etik Polri.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dilakukan di muka sidang Komisi Kode Etik Polri atau melalui media.
(3) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c kewajiban untuk mengikuti penataran/pelatihan ulang pembinaan profesi di Lembaga Pendidikan Polri dengan biaya dari Satker Terperiksa.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d yaitu sanksi administrative berupa rekomendasi untuk :
a. dipindahkan tugas ke jabatan yang berbeda;
b. dipindahkan tugas ke wilayah yang berbeda;
c. pemberhentian Dengan Hormat;
d. pemberhentian Tidak Dengan Hormat.
Pasal 13
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c bersifat mutlak dan mengikat.
Pasal 14
(1) Pemeriksaan atas pelanggaran Kode Etik Profesi dilakukan oleh Komisi Kode Etik Polri.
(2) Tata Cara sidang Komisi Kode Etik Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kapolri.
Pasal 15
Anggota Polri yang diputuskan pidana dengan hukuman pidana penjara minimal 3 (tiga) bulan yang telah berkekuatan hukum tetap, dapat direkomendasikan oleh anggota sidang Komisi Kode Etik Polri tidak layak untuk tetap dipertahankan sebagai anggota Polri.
Pasal 16
Apabila terjadi pelanggaran kumulatif antara pelanggaran disiplin dengan Kode Etik Profesi Polri, maka penyelesaiannya dilakukan melalui sidang disiplin atau sidang Komisi Kode Etik Polri berdasarkan pertimbangan Atasan Ankum dari terperiksa dan pendapat serta saran hukum dari Pengemban Fungsi Pembinaan Hukum.
Pasal 17
Dalam pemeriksaan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri, Terperiksa dapat didampingi oleh anggota Polri yang ditunjuk oleh terperiksa.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Pada saat Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ini mulai berlaku, Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. : Kep/32/VII/2003 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 19
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 01 Juli 2006
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Ttd
Drs. SUTANTO
JENDERAL POLISI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar